Indonesia siap jadi raksasa kopi dunia berkat specialty coffee dan pertanian berkelanjutan
Indonesia telah lama dikenal sebagai salah satu produsen kopi terbesar di dunia, namun tren specialty coffee, budaya konsumsi yang berkembang pesat, dan perbaikan dalam metode pertanian menunjukkan bahwa negeri kepulauan ini sedang bersiap untuk memasuki fase pertumbuhan yang jauh lebih signifikan.
Ambisi Baru: Menyalip Vietnam
Pada acara World of Coffee Asia di Jakarta, Mei 2025, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Pangan, Zulkifli Hasan, mengungkapkan keinginannya agar Indonesia dapat melampaui Vietnam dalam produksi kopi. Saat ini, Vietnam merupakan produsen kopi terbesar kedua di dunia, namun menghadapi tahun pertanian yang sulit karena kekeringan yang memengaruhi hasil panen.
Kisah pertumbuhan sektor kopi Vietnam selama empat dekade terakhir menjadi contoh nyata bagaimana strategi nasional yang terkoordinasi, dukungan pemerintah, dan pengembangan teknologi dapat menciptakan lompatan besar. Indonesia ingin menempuh jalur serupa, tetapi dengan keunggulan lokal yang berbeda.
Specialty Coffee dan Konsumsi Domestik yang Meledak
Secara historis, Indonesia terkenal dengan kopi Arabika komersial, terutama dari wilayah Sumatra. Namun, kini peta kopi Indonesia semakin beragam. Wilayah seperti Bali dan Flores mulai memproduksi kopi berkualitas tinggi yang diakui oleh pasar specialty coffee.
Shae Macnamara, pendiri Expat. Roasters, menyebut Indonesia sebagai tempat unik yang memiliki keseimbangan sempurna antara produksi dan konsumsi kopi. Dengan populasi besar yang sebagian besar beragama Islam—yang tidak mengonsumsi alkohol—kopi menjadi alternatif sosial yang sangat diminati.
“Pasarnya dinamis dan tumbuh cepat. Kami melihat peluang besar karena budaya konsumsi kopi terus meningkat,” ungkap Macnamara. Expat. Roasters kini melayani lebih dari 700 mitra grosir dan menargetkan 1.000 mitra hingga akhir 2025, serta tengah memperluas ke pasar internasional seperti Malaysia.
Potensi Lahan dan Kualitas Alam
Indonesia memiliki keunggulan geografi yang unik—dengan lahan vulkanik yang kaya dan iklim tropis yang mendukung pertumbuhan kopi berkualitas. Namun, tantangan muncul dalam bentuk produktivitas per hektare yang masih rendah dibandingkan negara lain seperti Brasil.
Ian Criddle, Co-Founder Tanamera Coffee, menyatakan bahwa produktivitas tertinggi di Indonesia mencapai sekitar 1.200 kg per hektare di Sumatra, sementara Brasil dapat menghasilkan hingga 2.500 kg per hektare.
“Topografi Indonesia sangat menantang. Perkebunan kopi kami tersebar di lereng-lereng gunung, berbeda dengan Brasil yang lebih datar seperti kebun anggur,” kata Criddle.
Namun, pendekatan Indonesia bukan hanya soal volume. Seperti dikatakan oleh Alain Scialoja dari Koro Roasters, Indonesia sudah melampaui Vietnam dalam beberapa aspek: luas lahan tanam, produksi Arabika, dan kekuatan pasar domestik.
“Vietnam unggul dari segi volume karena pendekatan terpusat dan intensif pada Robusta. Tapi Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam kopi berkualitas tinggi, berkelanjutan, dan dapat dilacak,” ujar Scialoja.
Pertanian Berkelanjutan: Kunci Masa Depan
Perubahan iklim global menjadi tantangan besar bagi industri kopi. Oleh karena itu, keberlanjutan menjadi prioritas utama di semua lini rantai pasok. Tanamera, misalnya, bekerja erat dengan petani di seluruh Indonesia untuk memperkenalkan praktik pertanian modern dan ramah lingkungan.
John Lee, Direktur Tanamera, menjelaskan bahwa hubungan jangka panjang dengan petani sangat penting. “Kami investasi dalam mesin, pendidikan, dan praktik seperti pemangkasan dan pemupukan agar petani melihat hasil nyata dari perubahan,” ungkapnya.
Di sisi lain, Koro Roasters memilih bermitra dengan petani yang sudah menerapkan praktik berkelanjutan. “Sebagian besar kebun kopi Indonesia berskala kecil dan secara alami organik. Tantangannya adalah mendokumentasikan ini agar diakui oleh pasar global,” jelas Scialoja.
Dengan pendekatan yang menghargai tradisi lokal sekaligus mengadopsi teknologi tepat guna, Indonesia berpotensi menjadi contoh global dalam keseimbangan antara produktivitas dan keberlanjutan.
Koneksi Emosional: Dari Petani ke Cangkir
Salah satu keunikan industri kopi Indonesia adalah kedekatan emosional antara barista, konsumen, dan petani. Macnamara menyebut, di Indonesia, para barista memahami asal usul biji kopi mereka hingga ke daerah penghasilnya—sesuatu yang jarang terlihat di negara lain.
“Di Australia, Anda akan mendengar nama-nama roaster seperti Toby’s Estate atau Campos. Tapi di Indonesia, orang akan menyebut daerah penghasilnya langsung, seperti Mandailing atau Kintamani,” jelasnya.
Menuju Panggung Dunia
Dengan harga kopi yang stabil tinggi, petani semakin tertarik untuk mempertahankan produksi dan tidak beralih ke tanaman lain. Inovasi dalam varietas dan pengolahan pun terus berkembang. Semua ini menjadi sinyal bahwa Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menempati posisi yang lebih tinggi dalam peta kopi global.
“Kita ingin menjaga kopi Indonesia tetap untuk Indonesia. Tapi saya yakin, tidak lama lagi, kopi Indonesia akan mendominasi menu-menu kafe di seluruh dunia,” pungkas Macnamara.